Bits of me here and there.

Monday 27 April 2015

Travelling Journal: Tanjung Puting, Pangkalan Bun, Kalimantan

***
Disclaimer:
1. Gue ga pernah menulis jurnal mengenai travelling sebelum ini. Jadi, don't expect something really imformative because I write for myself (well, it's good if it can be helpful for you too).
2. Gue kalo nulis nyampur-nyampur antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, dan gue belum mau repot-repot memiringkan kalimat dalam bahasa Inggris, so yeah, good luck with that.
3. I don't do backpacking much, jadi ini bukan tulisan low budget yang mungkin kalian biasa temukan, but I'm trying to give you every informations I could remember, including price. And I don't do narrative story about the place, because I probably won't remember, or else, I don't know, here's some reading materials for you below.

Reading material about Tanjung Puting:
1. Wikipedia
2. Indonesia's Official Tourism Website
3. Orangutan.org
4. Departemen Perhutanan
****

Hello hello!
For those who don't know (well you don't have to actually), gue udah lulus! Yey! Akhirnya udah ga menyandang status mahasiswa lagi. And I remember my mom saying a year ago, "Yaudah nanti abis lulus ga usah langsung kerja, jalan-jalan aja dulu sampe bosen" so here I am!
My first graduation trip datang dari ajakan seorang kawan "Eh, lo mau ikut ke Tanjung Puting gak?". Waktu itu, gue cuma sekilas tau apa itu Tanjung Puting, berdasarkan ingatan masa SMP, kayaknya Tanjung Puting adalah sebuah taman nasional, but I didn't really care that time, intinya jalan-jalan, jadi langsung disamber aja. Rupanya Tanjung Puting merupakan tempat konservasi orangutan (I didn't remember much, tapi kalo ga salah terbesar di Indonesia sih).
Setelah tanya-tanya ke agen travel kesayangan (ICA Travel -- they give you a really good price!) diketahuilah ternyata emang ga ada maskapai yang kesana selain Kalstar dan Trigana Air (iya anaknya manja pengennya naek Garuda) (yha gimana dong) akhirnya terbooklah pesawat tujuan Pangkalan Bun pada tanggal 3 April 2015 serta pesawat pulangnya pada tanggal 5 April. Kita berangkat kesini melalui opentrip yang dibuka oleh Sake Trip, gatau infonya darimana, pokoknya temen yang nyariin, jadi kalo kalian tertarik silahkan googling sendiri.
------
to be noted:
1. 3 hari aja udah cukup untuk menikmati Pangkalan Bun.
2. Kalau sekiranya udah mendapatkan harga yang cukup menyenangkan, langsung dibook aja. Kalstar ini agak-agak, fluktuasi harganya lebih dahsyat dari goyang Inul. Waktu itu gue berhasil dapet harga 500an, tapi masih pake mikir-mikir dulu jadi ga langsung dibayar, eh pas udah memantapkan hati, harganya 800an. Kan sompret.
3. Kalau melihat keadaan sekitar, kayaknya cukup susah kalo ga pake agen perjalanan kesini. Soalnya kalian harus mencari transportasi bandara-pelabuhan, terus nyewa kapal lagi, terus guidenya, etdah repot pokoknya, udah ikutan opentrip aja.
------

Day 1, 3 April 2015

Hari keberangkatan! Pesawat kami take off jam 9 pagi, sampe disana jam 12 waktu setempat. Btw pesawatnya berisik banget isinya bule semua, heran bet dah kenapa bule ini demen ngobrol di pesawat. Karena ini opentrip, jadilah sebenernya gue ga kenal-kenal banget sama yang ikutan, maka jadilah jam jam pertama dipenuhi dengan kenalan (yang sebenernya pasti ga bakal inget) (tapi yaudahlah) (for the sake of politeness). Gitu mendarat di bandara, rupanya sudah dijemput sama guidenya, terus rombongan dibagi ke 4 taksi untuk perjalanan ke pelabuhan. Etdah yak ini kota sepi bener, dah cem kota-kota pengembangan transmigrasi. Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya kita sampe di pelabuhan. Langsung jump into the kapal, karena rombongan kami ada 13 orang, jadi dipakailah 2 kapal, 1 kapal untuk kegiatan sehari-hari, 1 kapal lebih kecil untuk nyimpen barang dan buat tidur.
Gitu masuk di kapal, langsung disuguhin makan siang. Pertamanya ekspektasi gue adalah kita akan makan nasi kotakan, TERNYATA OMYGOOOODDDD, makannya dah cem lunchie lunchie prasmanan 4 sehat 5 sempurna, ada nasi, ayam, ikan, sayur, plus buah. Udah lengkap bet dah pokoknya cem datang kondangan. Bahagia. Langsung ga khawatir lagi masalah perut. Sambil makan, kapal juga sambil jalan memasuki Sungai Sekonyer, yang jadi lintasan utama kita selama perjalananan.



Pas pertama-pertama kapal jalan, semuanya masih heboh foto-foto kek anak alay ga pernah liat hutan (which probably true, maybe), apalagi bukan sekedar hutan biasa, dengan sungai membelah di tengahnya, langsung dah panas-panasan di bawah terik matahari jam 2 siang buat foto-foto semata.


Panas komandan, panaaaaas~

Terus bosen. Bahahaha. Bahkan gue sempet tidur dulu. Setelah sekitar 2 jam menyusuri sungai, akhirnya kita semua sampai di perhentian pertama, yakni Tanjung Harapan. Agenda kita di Tanjung Harapan adalah ke feeding station, semacam panggung tempat meletakkan makanan, dengan harapan orangutan akan datang dan bersedia ditonton kegiatan makannya (I mean, you don't really want being watched while eating, do you?). Setelah merapat di dermaga (funny thing: dari kapal sampai dermaga, kadang kita ngeloncat-loncat ke kapal lain, kalo kapal kita ga merapat persis di tepi dermaga) (maaf bapak ibu bule yang karpetnya jadi kotor keinjek-injek), untuk sampai ke feeding station, kita harus trekking sekitar 10-15 menit untuk sampai ke feeding station. And let me tell you this, IT WAS HAAAAWWWWTTTTTTT like seriously I didn't stop sweating, padahal ga ada matahari bersinar, tapi namanya hutan tropis, jadilah tingkat kelembapannya tinggi abis yang mengakibatkan keringat tak berhenti mengalir.





Setelah jalan sekitar 15 menitan, akhirnya kita sampai di feeding station dan langsung disambut sama si raja hutannya. Kalo ga salah namanya Gundul, doi pejantan terbesar di Tanjung Harapan. Jir ya, itu makanan semua berasa punya dia, kalo ada orangutan lain yang mau ngambil langsung disamber sama doi. Dasar diktator. Hih.



Btw, pemberian makan ini ada jadwalnya, jadi ga boleh telat dateng supaya bisa ngeliat orang utan. Kalo gak sayang duitmu nak, dah jauh-jauh kesini ga ngeliat orangutan. Tapi sebenernya hoki-hokian juga, ue diceritain katanya ada yang kesini ga ketemu orangutannya samsek. Hiks. Kasian ya.
Setelah puas, kita balik ke kapal dan mulai bergerak menjauhi Tanjung Harapan untuk mencari tempat merapat buat tidur. Karena tidak ada tanah yang bisa dipijak, jadi yaudah yang penting kapalnya ga goyang aja. Tapi entah kenapa kemarin kita merapat di sekitar dermaga kecil gitu, jadi makan malam hari itu, meja-meja dipindahin keluar, terus believe it or not, kita dapet candlelight dinner. Omaygat. Di tengah hutan, ga ada sinyal, ditemani lilin-lilin yang menyala, makanannya enak pula (sambelnya sinting!), ditemani bintang-bintang, hampir aja ga mau pulang kalo ga inget masih mau nyari calon suami buat dinikahin.

Koloni bekantan di tengah jalan pulang

Candlelight dinner di tengah hutan

Tempat tidur untuk 3 hari ke depan

-----
to be noted:
1. Kalau (kalau ya) kalian agak rewel dengan kebersihan, jangan sentuh air apapun kecuali air minum selama disini. Air yang dipakai buat mandi disini slogannya "dari alam, kembali ke alam". Jadi, if you kinda... ummm.... drop something dari sistem ekskresimu, itu akan kembali ke air di bawah yang mana akan ditimba kembali ke atas kapal :)))))
2. Masih berhubungan dengan nomor 1, kalau ga mau kena panggilan alam aneh-aneh, maka jangan makan banyak-banyak!!! Jangan sentuh sayur, apalagi buah. Sayangi perutmu nak. 
3. Masih berhubungan juga dengan nomor 1, bawalah tisu basah banyak-banyak. I mean it, really.
4. Kain bali akan cukup berguna kalo kalian bawa, minimal buat nyelimutin bantal yang baunya apek bener.
-----

Day 2, 4 April 2014


Hari kedua! Well, inti perjalanan ini adalah semuanya sama, menyusuri sungai dan melihat orang utan. Hari kedua ini, kita memulai perjalanan dengan berangkat ke Pondok Tanggui, feeding station kedua. Jam 8 pagi, kapal kita udah start jalan sambil sarapan (which tetep enak, roti bakar, nasi goreng, telor dadar, plus buah, full deh). Tidak lupa karena pagi-pagi mataharinya bagus, jadi tetep foto-foto lucu dulu.



Trekking di Pondok Tanggui lebih panjang daripada sebelumnya, dan melewati 2 vegetasi berbeda. Yang pertama seperti hamparan kebun teh gitu, kalo ga salah daerah itu dulu pernah dibangun, terus lupa entah kenapa ditinggalin, makanya jalanannya juga semi pasir/tanah/semen gitu. Sedangkan vegetasi kedua vegetasi normal aja kayak hutan biasanya.





Sedihnya di Pondok Tanggui ini kita ga ketemu satu orang utan pun, kayaknya mereka demo bosen makan pisang, maunya makan ala-ala Senopati gitu biar hip. Padahal udah dipanggilin sama rangernya pake suara ala-ala orangutan gitu tapi tetep aja ga dateng. Akhirnya setelah setengah jam menunggu, kita memilih balik ke kapal supaya bisa ngejar jadwal feeding di Camp Leakey.
Perjalanan ke Camp Leakey dari Pondok Tanggui lumayan lama, gue sampe sempet ketiduran di kapal gara-gara angin sepoi-sepoi yang akhirnya kebangun karena waktu makan siang sudah tiba. Waktu lagi asik makan siang tiba-tiba guide kita teriak-teriak heboh karena ngeliat buaya (well, of course ga gede, cuma sepanjang tangan sih kayaknya). Yang lain langsung heboh sampe bikin kapal miring, yours truly ini masih sibuk ngabisin makan siangnya (well sebenernya dulu sering liat juga di Papua so yeah). Setelah keadaan aman kembali, piring-piring sudah ditumpuk, semangka mulai dibagikan, kita mulai memasuki trek baru, yang harus gue akui, paling petjah diantara semuanya.



Trek ini kecil banget, sempit, cuma muat 1 kapal kali (entah gimana kalo tiba-tiba papasan sama kapal lain), tapi pohon-pohonya beneran tinggi dan kayak hutan gitu (sebelumnya kayak pohon sawit doang), jadi bener-bener kayak masuk ke dunia lain. Perjalanan melalui trek ini sekitar sejam sampai akhirnya tiba di Camp Leakey, yakni feeding station terakhir. Tidak lupa juga di tengah perjalanan kita sibuk ngata-ngatain kapal lain yang mewah bener sampe ada ACnya (sebenernya hanya mengutuk kapal kita sendiri tapi daripada ditenggelemin sama kapten kapal gara-gara ngatain kapal doi).
Pintu masuk Tanjung Harapan
Another quote-able photo
Camp Leakey ini merupakan lokasi dengan kebutuhan trekking paling jauh dan paling lama. Sumpah lumayan ngos-ngosan juga jalan sampe ke feeding stationnya, apalagi ada daerah dengan vegetasi kebun teh yang sama sekali ga ada pohon rindangnya, jam 3 siang pula, you basically can imagine the sun, right? Tapi alhamdulillah setelah menempuh trek yang semacam tak ada habisnya, ada orangutan yang lagi makan disitu, ga kayak di feeding station sebelumnya.
Katanya namanya Tom
The trees around
Sama seperti feeding station pertama, si Tom ini semacam raja hutannya di daerah situ, sehingga orangutan-orangutan lain ga berani makan kalo si Tom lagi makan. Ngeri juga ya senioritas mereka. Meskipun ada orangutan yang mencoba curi-curi, tapi kalo ketauan si Tom, ajegile langsung dikejar terus dicakar. Ada apa sih dengan orangutan ini pelit pelit betul? Bodoh banget lah, ada orangutan yang kepleset terus mukanya kecemplung ke baskom susu.


3. Pulang pulang ketemu dahan ayunan
Basically, Camp Leakey merupakan lokasi terakhir dari perjalanan ini. Setelah dari Camp Leakey--dimana kapalnya pake mogok dulu! Anjir berasa mobil lah-- kita kembali ke kapal dan berlayar lagi keluar dari jalur yang spooky sempit itu, dan kembali ke jalur lebar untuk merapat. Karena kapal sempet mogok sampe sejam gitu, jadilah kita agak terlambat, sampe udah gelap gulita pun kapal masih jalan hanya diterangi pake bantuan senter, untung ga nabrak kemana-mana. But seriously, selama perjalanan yang gelap-gelapan itu, I saw the most magical things in the sky.
Pertama, langitnya bersih banget sampe semua bintang keliatan, bahkan bintang-bintang dengan susunan tertentu. Entahlah itu rasi bintang apa gimana (I looked up in internet when I got home, but turned out constellation was so big I couldn't remember), pokoknya luar biasa. Never ever in my life I saw something like that before, bahkan ketika gue masih di Papua (yang mana belom polusi cahaya banget). I just mindlessly laid on the deck and stared at the sky.
Kedua, ternyata lagi ada gerhana bulan. THAT FREAKING LUNAR ECLIPSE. I SAW A FREAKING LUNAR ECLIPSE FOR THE FIRST TIME IN MY WHOLE LIFE. I mean, wow. No words. Preach.
I seriously didn't really want to leave.
-----
to be noted:
1. Bawa jaket dengan capuchon, in case kapal masih bergerak ketika malam. Anginnya kek angin naek motor brur.
2. Ternyata kalo malem embunnya banyak banget hastaga. Kamera gue langsung lembab berair. Don't forget to prepare for this.
3. Still, don't eat too much.
------

Day 3, 5 April 2015

Hari terakhir! Ga ada lagi feeding station yang harus dikunjungi, jadi setelah sarapan kita langsung menuju kembali ke pelabuhan. Perjalanan ditempuh selama 2 jam dari tempat kami merapat. Setelah sampai di pelabuhan, kita sempet diajak dulu melihat rumah adat suku Dayak di sekitar situ, baru jalan ke bandara untuk ngejar pesawat kami jam 12an.
The gengs
Terima kasih tak terkira untuk tour guide, awak kapal, dan tentunya anggota geng Tanjung Puting Wooh Wooh (jangan tanya kenapa ada Wooh Wooh-nya), atas 3 hari yang sangat mengesankan, yang mengingatkan kita ternyata sinyal HP bukan segalanya di dunia ini.
Until the next time!


TL;DR
1. Biaya habis sekitar 3 jutaan, dimana biaya pesawat 1,5an (tergantung hoki masing-masing), dan biaya trip sebesar 1,6an juta.
2. Satu tas ransel Kipling/Jansport udah cukup buat bawa barang bawaan.
3. Sebaiknya pake sepatu kets, jangan sendal gunung. Semutnya segede-gede jempol bok, curiga mutan menyamar.
4. Bawa tisu basah yang banyak.
5. Jangan bawa baju yang tangan pendek atau malah buntung lengannya, jaga-jaga takut kegores-gores tangannya pas masuk hutan. Minimal bawa outer kalau mau bawa baju tangan pendek. Celana pendek juga jangan pake hotpans lah. Celana kargo atau chino panjang would be better.
6. Bawa Autan dan selalu pakai ketika mau kemanapun, even ketika di kapal, dan minum obat malaria sebelum datang kesini. Anggota grup gue pada minum Resochin, gue minum pil kina, we are still alive until now at least.
7. Susah banget menemukan ATM di kota ini, jadi kalo bisa bawa uang cash yang cukup dari Jakarta. Ada beberapa hal yang mungkin menarik untuk dibeli di bandara, so IDR 500K would be enough.